Hinggap letih dan loncatlah si diam
Datang tanya dan pergilah perlahan mimpi
Ketika banyak keinginan dan harap yang terlebur menjadi tidak apa – apa
Maka, yang tertanam di hati hanyalah ‘Aku Ingin Damai’
Tidak ada ambisi, tidak ada tuntutan, tidak ada marah..tidak pernah ada amarah
Yang muncul hanya, ‘ya, aku mengerti’, ‘mungkin, maksud mereka adalah…’
Ketika kemudaan usia ditempa dengan permainan hidup
Tidak ada obsesi dan keharusan merasakan bahagia
Yang ada mimpi dan rencana lengkap dengan ‘Kalau Allah menghendaki, dan mereka bahagia’
Ketika Ia pergi menghadapNya
Tertinggal semangat yang tertanam hingga ketulangku
Maka kini aku ingin damai, dengan mengerti mengapa mereka berbuat demikian, mengapa aku disapa, tegur, marah, ataupun dibenci. Aku punya diam yang belum bersuara oleh siapapun, Aku punya cinta yang mendamba kebahagiaan mereka. Semua kulalui dengan semangat. Karena tidak ada Aku dalam kamus hidupku – yang ada kalian.
Membuatku semakin tidak memiliki Aku…dengan upayaku yang masih saja menghadirkan duka, kecewa, dan pedih dalam hari mereka.
Datang airmataku yang mahal
Tumpah ia tanpa balas
Hilang egoku yang melindungi air mataku
Pupus ia dengan pengharapan cinta
SFA (28 Oktober 2008)