Aku tidak seduka yang kubayangkan
Tapi, juga tidak sebiasa yang kuharapkan
Ada yang memaksa air mata-ku tuk tumpah
Tapi, juga ada yang menahannya.
Aku tidak semalang Nurbaya
Tapi, juga tidak bisa dibilang bahagia.
Aku mencoba bertahan dengan prinsipku
Tapi, wanitaku berontak.
Tak pernah memang ada janji terucap
Namun, bukankah ada bahasa kalbu.
Mimpiku hilang saat kulihat nyatamu.
Diambil paksa oleh kesadaran takdir.
Aku memang tak pernah mendengar janjimu!
tapi, bukankah mata kita bicara,
dan, matamu telah berbohong padaku.
Satu mimpiku yang hanya satu terhempas di pojok hati.
tak mungkin kuharap nestapamu tuk bahagiaku
Aku ingin kau bahagia, aku pun harus, walau tanpamu.
Mata kita tak lagi jujur…
Maka sejak saat itu tak akan lagi ku lihat matamu
SFA – 12.07.2007